Pada artikel sebelumnya, TGS AU Partners telah membahas beberapa kebijakan yang tertuang dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Mulai dari tarif dan cara menghitung PPh 21, ketentuan pemungutan PPN terbaru dalam UU HPP hingga penjelasan tuntas mengenai Tax Amnesty Jilid 2. Sebagai follow up dari artikel-artikel tersebut, kali ini AU Partners akan membahas peraturan ter-update yang berkaitan dengan ketentuan penyusutan bangunan permanen dalam UU HPP.

 

Apa itu Depresiasi Aset?

Dalam dunia ekonomi (khususnya akuntansi), dikenal istilah depresiasi. Dalam ilmu akuntansi sendiri, penyusutan atau depresiasi adalah suatu hal yang digunakan untuk menghitung nilai aset perusahaan, terutama pada nilai aset tetap.

 

Lebih jelasnya, aset yang dapat disusutkan (didepresiasi) mencakup properti atau biaya berwujud dan tidak berwujud. Termasuk biaya perpanjangan hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai, dan goodwill, dengan masa manfaat lebih dari satu tahun (kecuali tanah yang dimiliki dan digunakan dalam usaha).

 

Tarif Depresiasi Berdasarkan Penggunaan Metodenya

Depresiasi dan/atau amortisasi diantaranya dapat dihitung menggunakan metode straight-line atau metode declining-balance berdasarkan aset individual. Perlu diingat bahwa metode harus diterapkan secara konsisten.

 

Dalam menghitung depresiasi atau penyusutan, aset yang dapat disusutkan terdiri dari properti dan bangunan. Untuk lebih detailnya, properti dibagi lagi menjadi dua kategori berdasarkan daya gunanya, sedangkan bangunan dibagi menjadi kategori bangunan permanen dan non-permanen seperti yang tertera dalam tabel berikut:  

 

KATEGORI

TARIF DEPRESIASI

METODE STRAIGHT-LINE

METODE DECLINING-BALANCE

 Properti Berdaya Guna 4 Tahun

25

50

 Properti Berdaya Guna 8 Tahun

Rekomendasi Artikel.

12.5

25

 Properti Berdaya Guna 16 Tahun

6.25

12.5

 Properti Berdaya Guna 20 Tahun

5

10

 Bangunan Permanen

5

-

 Bangunan Non-permanen

10

-

 

Ketentuan Terbaru Penyusutan Aset dalam UU HPP

Peraturan pajak terbaru tentang kebijakan depresiasi aset diatur dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 2021 atau yang lebih dikenal dengan sebutan UU HPP (Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan).

 

Dalam UU HPP, diatur bahwa apabila suatu bangunan tetap atau suatu barang tidak berwujud mempunyai daya guna lebih dari 20 tahun, maka penyusutan atau amortisasi dapat dilakukan dengan menggunakan metode straight-line dengan menggunakan jangka waktu 20 tahun atau daya guna sebenarnya berdasarkan pembukuan Wajib Pajak.

 

Meskipun demikian, terdapat aturan khusus yang diberlakukan untuk aset yang digunakan dalam sektor dan/atau area tertentu. Pengecualian ini membuat depresiasi pajak tidak harus sesuai dengan penyusutan buku.

 

Sementara itu, untuk aset dengan daya guna lebih dari satu tahun (khusus sektor pertambangan, minyak dan gas, perhutanan, serta sektor lain yang memanfaatkan sumber daya alam untuk beroperasi), maka harus diamortisasi dengan metode production-unit. Dalam hal ini, tarif depresiasinya tidak boleh lebih dari 20% per tahun (kecuali untuk sektor minyak dan gas).

 

 

Rekomendasi Artikel.