Kebijakan Insentif Perpajakan Indonesia di Era Industri 4.0

Perkembangan internet dan teknologi informasi telah membawa perubahan yang signifikan pada kehidupan manusia. Tranformasi yang masif ini juga turut digerakan oleh adanya inovasi layanan yang diberikan oleh perusahaan berbasis start-up teknologi. Perkembangan ini sangat terasa sejak beberapa tahun ini dengan penggunaan telepon selular dengan teknologi layar sentuh dan akses internet yang semakin cepat membuat aktivitas manusia menjadi semakin mudah. Dalam hal perkembangan perusahaan start-up [1], Di tingkat internasional, Indonesia menempati urutan ke 6 dari sisi jumlah start-up yaitu sejumlah 1,831 start-up. Jumlah tersebut masih dibawah Amerika Serikat (45,288), India (5,322), Inggris (4,729), Kanada (2,323) dan Jerman (1,909). Jika dilihat dari data tersebut, dalam hal antusiasme, Indonesia mempunyai potensi start-up yang relatif lebih besar dibandingkan negara-negara maju di Asia seperti Singapura menempati urutan ke 14 dengan start-up sebanyak 636 dan bahkan Indonesia melebihi negara pionir teknologi seperti Jepang masih dibawah Indonesia yaitu berada di peringkat 19, sedangkan negara raksasa ekonomi asia, Tiongkok berada di peringkat 21.

Pemerintah Indonesia telah menyadari bahwa arus perkembangan teknologi yang sedemikian cepat dan berdampak luar biasa kepada kehidupan manusia harus direspon dengan tepat. Kini perubahan yang terjadi telah dianggap sebagai revolusi industri ke 4 (The Fouth Industrial Revolution/IR-4) sebagai tahapan lanjutan dari rangkaian revolusi industri yang telah dialami sebelumnya. Revolusi Industri keempat yang disebabkan oleh perkembangan teknologi khususnya teknologi informasi telah menghasilkan banyak temuan baru seperti kecerdasan buatan (artificial intelegence), 3D Printing, robot dan otomatisasi yang sebagian diantaranya telah mengakibatkan perubahan dalam berbagai aspek kehidupan manusia.

Tidak ingin tertinggal dengan negara lain, untuk merespon fenomena dan perkembangan yang terjadi, pemerintah pada bulan April 2018 telah mengeluarkan cetak biru strategi nasional dan peta jalan yang disebut Making Indonesia 4.0. Pemerintah memahami bahwa penguasaan teknologi melalui penelitian, pengembangan dan inovasi adalah sesuatu hal yang vital dalam mendorong daya saing bangsa dan pertumbuhan ekonomi, sehingga pemerintah mencanangkan upaya peningkatan kegiatan penelitian dan pengembangan, inovasi, dan mempromosikan pelaku usaha agar bersegera untuk mengimplementasikan teknologi yang lebih canggih dalam proses bisnisnya.

Making Indonesia 4.0 sebagai agenda nasional mempunyai beberapa komitmen berkaitan dengan kegiatan inovasi. Di dalam Making Indonesia 4.0 pemerintah menyatakan pandangan bahwa Insentif memiliki potensi untuk menggerakkan inovasi dan adopsi teknologi. Bentuk Insentif yang diberikan oleh pemerintah dapat berupa insentif langsung seperti bantuan teknis dan pendanaan maupun insentif tidak langsung berupa insentif dalam hal pajak, bea masuk dan keringanan yang diberikan dalam bentuk lainnya. Terkait insentif pajak, di dalam 10 inisiatif prioritas nasional terdapat beberapa prioritas nasional yang memasukan insentif perpajakan yaitu:

  1. Inisiatif untuk mengakomodasi standar berkelanjutan (sustainability). Pemerintah mempromosikan lingkungan yang kondusif termasuk regulasi, pajak dan subsidi;
  2. Inisiatif untuk pemberian insentif ekosistem inovasi. Insentif fiskal yang disebutkan dalam poin ini adalah pemberian insentif pajak untuk aktivitas inovasi dalam hal hubungan kerjasama inovasi antara sektor usaha dan universitas;
  3. Inisiatif prioritas untuk pemberian insentif untuk investasi teknologi. Pemerintah berencana untuk melakukan re-design insentif terkait penerapan teknologi oleh sektor usaha. Insentif yang disebutkan dalam poin inisiatif ini adalah subsidi, potongan pajak perusahan dan pengecualian bea masuk impor bagi perusahaan yang menerapkan teknologi revolusi industri keempat.

Pemerintah Indonesia telah menyadari pentingnya kegiatan penelitian dan pengembangan dengan diterbitkannya Undang-Undang No. 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (UU SNP3 IPTEK). Dengan UU tersebut disebutkan bahwa fungsi pemerintah yaitu untuk menumbuhkan motivasi, memberikan stimulus dan fasilitas, serta menciptakan iklim yang kondusif bagi perkembangan sistem nasional penelitian, pengembangan, dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia (Pasal 18 ayat 1 UU SNP3 IPTEK).

UU tersebut mendorong badan usaha untuk melakukan kegiatan inovasi dengan menyebutkan pada salah satu pasalnya bahwa badan usaha mengalokasikan sebagian pendapatannya untuk meningkatkan kemampuan perekayasaan, inovasi, dan difusi teknologi dalam meningkatkan kinerja produksi dan daya saing barang dan jasa yang dihasilkan. Biaya litbang tersebut dapat dikeluarkan untuk kegiatan di lingkungan internal maupun kerjasama dengan lembaga litbang (Pasal 28 ayat 1 dan 2 UU SNP3 IPTEK). UU tersebut juga menentukan bahwa bentuk bantuan yang dapat diberikan oleh pemerintah salah satunya adalah dalam bentuk insentif keringanan pajak. Peraturan Pemerintah No. 35 tahun 2007 sebagai peraturan pelaksanaan atas ketentuan dalam UU tersebut juga menegaskan bahwa insentif dapat diberikan kepada perusahaan yang mengeluarkan dana untuk penelitian dan pengembangan. Bentuk insentif yang dapat diberikan sesuai yang dinyatakan dalam peraturan tersebut adalah insentif perpajakan, insentif kepabeanan, dan bantuan teknis penelitian dan pengembangan.

Kebijakan perpajakan yang berkaitan dengan inovasi berkaitan dengan ketentuan pajak mengenai perlakuan biaya atas penelitian dan pengembangan. Dalam ketentuan perpajakan, transaksi terkait aktivitas penelitian dan pengembangan (“litbang”) dapat merupakan biaya atas kegiatan litbang yang dilakukan secara internal oleh wajib pajak sendiri (perusahaan) dan juga dapat berupa sumbangan kepada institusi litbang seperti lembaga penelitian dan universitas. Pengeluaran untuk kegiatan internal litbang perusahaan diperbolehkan sebagai biaya perusahaan dengan syarat berkaitan dengan kegiatan usaha perusahaan (Pasal 6 ayat (1) huruf f UU No 36/2008 tentang PPh).

Untuk sumbangan dalam rangka kegiatan penelitian dan pengembangan bagi lembaga diluar perusahaan terdapat pembatasan jumlah sumbangan dan harus memenuhi kriteria tertentu sehingga sumbangan tersebut dapat diakui sebagai beban perusahaan (Pasal 6 ayat (1) huruf j UU No. 36/2008 tentang PPh).

Pembatasan yang dimaksud adalah kegiatan litbang harus dilakukan di Indonesia dan jumlah sumbangan yang dapat dikurangkan dari pendapatan untuk 1 tahun tidak melebihi 5% dari penghasilan neto fiskal tahun pajak sebelumnya, adapun bentuk sumbangan baik kas maupun barang diperbolehkan.

Berikut ini adalah beberapa insentif perpajakan dan bea masuk berkaitan dengan kegiatan inovasi yang dapat diperoleh wajib pajak:

  1. Untuk perusahaan yang berinvestasi di bidang usaha atau daerah tertentu dapat diberikan insentif pajak berupa tambahan 1 tahun untuk kompensasi kerugian yang lebih lama dari 5 tahun tetapi tidak lebih dari 10 tahun apabila perusahaan mengeluarkan biaya penelitian dan pengembangan di dalam negeri dalam rangka pengembangan produk atau efisiensi produksi dan jumlah pengeluaran litbang paling sedikit 5% dari nilai investasi dalam jangka waktu 5 tahun. Dengan syarat, insentif ini dapat dimanfaatkan setelah wajib pajak merealisasikan rencana penanaman modal paling sedikit 80% dari jumlah rencana investasi. (Pasal 2 ayat (2) huruf d angka 4 UU No. 52/2011 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu.)
  2. Pembebasan bea masuk dan cukai atas impor barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan. Barang impor yang dapat diberikan fasilitas tersebut adalah barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan barang yang benar-benar digunakan untuk penyelenggaraan penelitian dengan tujuan untuk mempertinggi tingkat ilmu pengetahuan. (Pasal 1 dan 2 KMK No. 143/1997.)
  3. Terkait impor atas barang litbang, pemerintah memberikan insentif tidak dipungut pajak penghasilan Pasal 22 atas barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan. (Pasal 3 ayat (1) huruf b angka 5 PMK No. 154/2010)
  4. Pembebasan cukai diberikan atas etil alkohol dengan kadar paling rendah 85% yang digunakan untuk penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan. (Pasal 5 PMK No. 47/2007)

Merespon perkembangan perekonomian dan strategi nasional di bidang penguasaan teknologi, terdapat beberapa hal yang dirasakan perlu menjadi perhatian terkait kebijakan insentif perpajakan di Indonesia, yaitu sebagai berikut;

  1. Perlunya ditanamkannya pandangan atau mindset di jajaran pemerintahan dan masyarakat bahwa Insentif perpajakan adalah bagian dari stimulus perekonomian yang akan menggerakan kegiatan perekonomian masyarakat dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
  2. Perusahaan start-up teknologi dan semangat kewirausahaan adalah unsur penggerak revolusi industri keempat, sehingga pemerintah perlu untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif dan mendukung keberadaan dan pertumbuhan start-up dan kewirausahaan di Indonesia. Bentuk dukungannya dapat melalui insentif, sosialisasi, akses maupun fasilitas pendanaan, fasilitas dan program pelayanan lain yang meringankan bagi pelaku kewirausahaan dan start-up.
  3. Bentuk-bentuk insentif perpajakan bagi wajib pajak yang melakukan kegiatan inovasi, penelitian dan pengembangan perlu ditambahkan dalam bentuk-bentuk lain seperti:
  • Insentif pajak bagi investor untuk perusahaan start-up yang berkomitmen dalam sektor bisnis yang menghasilkan inovasi atau melakukan inovasi dalam proses bisnisnya atau melakukan suatu bisnis yang memiliki potensi untuk berkontribusi secara luas terhadap perekonomian masyarakat. Investor dapat diberikan pengurangan pajak penghasilan sebesar jumlah nilai investasi pada perusahaan start-up. Masyarakat umum di Indonesia cenderung untuk berinvestasi pada investasi properti dan investasi keuangan di perbankan, pasar modal atau institusi keuangan lainnya, bukan dalam saham perusahaan start-up atau lainnya. Hal tersebut dapat disebabkan oleh pemahaman bahwa perusahaan dalam tahapan start-up masih belum terbukti keberhasilannya sehingga masyarakat enggan untuk berinvestasi kecuali apabila diberikan suatu tawaran langsung yang menarik seperti salah satunya insentif pembebasan pajak. Dengan demikian, dalam hal investasi mengalami kerugian atau investasi tersebut tidak kembali, investor masih memperoleh manfaat lain yaitu dalam bentuk pengurangan pajak atau pembebasan pajak atas penghasilan sebesar jumlah yang diinvestasikan. Dengan insentif tersebut risiko kerugian investasi pada perusahaan start-up dapat ditutup dengan manfaat dari insentif sehingga hasilnya adalah impas. Demikian juga terkait tarif pajak, tarif pajak untuk penghasilan dari menyewakan properti adalah sebesar 10% dari penghasilan sewa, tarif pajak atas penghasilan berbentuk bunga pinjaman adalah paling besar 20%, dan tarif pajak atas dividen adalah 10% dari jumlah dividen. Dengan keberadaan risiko investasi perusahaan start-up dan tarif pajak yang sama (pajak atas dividen) dengan penghasilan dari investasi lainnya membuat investasi dalam bentuk kepemilikan saham di perusahaan start-up menjadi tidak menarik bagi masyarakat. 
  • Keringanan pajak sesuai amanat Undang Undang SNP3 IPTEK berupa keringanan bagi perusahaan yang mengalokasikan sebagian penghasilannya untuk inovasi. Pelaku usaha menunggu peraturan pelaksanaan yang menentukan secara kongkrit bentuk fasilitas tersebut, tercatat sampai dengan saat ini belum dikeluarkan peraturan pelaksanaan atas Peraturan Pemerintah atas UU SNP3 IPTEK terkait bentuk insentif bagi badan usaha yang mengeluarkan biaya untuk inovasi. Bentuk keringanan pajak dapat berupa fasilitas beban penyusutan atas aset tetap yang dapat dipercepat dibawah 4 tahun atau penyusutan langsung 100% di tahun pembelian (seperti Inggris, Kanada dan Spanyol), perlakuan khusus atas biaya penelitian dan pengembangan dengan biaya penelitan dan pengembangan dapat dilipatgandakan dari biaya litbang aktual, sehingga dapat memperkecil penghasilan kena pajak. Dalam kondisi usaha yang masih dalam tahap pengembangan dapat diberikan fasilitas rugi fiskal yang dapat dibawa kedepan yang diperpanjang lebih dari 5 tahun. Berkaitan dengan program tax holiday tahun 2018, pemerintah dapat memasukan usaha yang melakukan penelitian dan pengembangan sepanjang memenuhi kriteria tertentu menjadi sektor yang dapat memperoleh fasilitas tax holiday.

4.    Ketentuan mengenai kriteria kegiatan yang dapat dikategorikan sebagai litbang dan memberikan kepastian hukum kepada wajib pajak dengan menetapkan proses pengajuan rencana litbang yang diuji oleh suatu unit khusus (contoh: unit kerja dibawah Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) dalam waktu proses yang singkat untuk dapat memperoleh sertifikat kelayakan kegiatan penelitian dan pengembangan. Mekanisme proseduralnya dapat mengikuti seperti proses untuk mendapatkan fasilitas tax holiday dimana otoritas pajak bergantung hasil proses dari otoritas investasi (BKPM).

Publikasi ini ditulis oleh:

  • Mikail Jaman M.Ak, CPA, CA, CPI, BKP (CEO TGS AU Partners)
  • Yuli Aldyanti SE, BKP (Senior tax professional, TGS AU Partners)
  • Hugo Marcus SH. (former tax policy and regulation researcher, TGS AU Partners) 

[1] Merujuk kepada data per 15 Juli 2018 di www.startupranking.com

Rekomendasi Artikel.