Dalam era ketidakpastian lingkungan dan tuntutan yang semakin meningkat terhadap tanggung jawab sosial perusahaan, langkah menuju transparansi dan akuntabilitas dalam pelaporan keberlanjutan semakin menjadi perhatian. Dalam upaya untuk mengatasi tantangan ini, International Sustainability Standards Board (ISSB) telah merilis standar baru yang akan mengubah cara perusahaan melaporkan kinerja mereka dalam hal keberlanjutan. 

Dua standar utama yang muncul dari inisiatif ini adalah IFRS S1 dan S2, yang membawa harapan baru dalam pelaporan bisnis berkelanjutan dan pelaporan keuangan berkelanjutan. Pada artikel ini, TGS AU Partners akan membahas secara rinci tentang IFRS S1 dan S2, tujuan di balik pembuatannya, serta dampaknya terhadap perusahaan global yang semakin mengedepankan aspek keberlanjutan dalam praktik bisnis mereka.


Apa Itu IFRS S1 dan S2?

IFRS S1 (International Financial Reporting Standards Sustainability 1) dan S2 merupakan standar pelaporan keberlanjutan global yang baru saja diterbitkan oleh International Sustainability Standards Board (ISSB), sebuah lembaga yang dibentuk oleh International Financial Reporting Standards (IFRS) Foundation. Standar ini bertujuan untuk mengarahkan perusahaan dalam menyusun laporan keberlanjutan yang lebih terstruktur, konsisten, dan transparan.


Latar Belakang Penyusunan IFRS S1 dan S2

Dalam menghadapi tantangan global yang semakin kompleks terkait dengan isu-isu sosial dan lingkungan, perusahaan di seluruh dunia mengalami desakan untuk lebih terbuka dan transparan dalam melaporkan dampak mereka terhadap lingkungan dan masyarakat. 

Dimas Emha Amir Fikri Anas, SE., M.SA., CA., CPA selaku Partner Audit & Assurance TGS AU Partners Cabang Malang berpendapat bahwa pengungkapan keberlanjutan usaha bukan hanya tentang memberi, tetapi juga menerima. Saat perusahaan membuka transparansi, mereka menerima kepercayaan, keterlibatan, dan peluang untuk membangun masa depan yang lebih berkelanjutan.

Inisiatif pelaporan keberlanjutan telah menjadi pusat perhatian, dan dalam usaha untuk mengarahkan perusahaan menuju pelaporan yang lebih konsisten dan relevan, International Sustainability Standards Board (ISSB) telah mengambil peran penting dengan merilis IFRS S1 dan S2.

Background (Latar Belakang)

Kehadiran IFRS S1 dan S2 muncul sebagai respons terhadap pergeseran paradigma dalam dunia bisnis dan investasi. Perusahaan tidak lagi hanya dinilai berdasarkan kinerja finansial semata, melainkan juga berdasarkan dampak sosial, lingkungan, dan tata kelola yang mereka hasilkan. Tuntutan akan transparansi yang lebih tinggi dari berbagai pemangku kepentingan, seperti investor, konsumen, dan masyarakat umum, telah mendorong perlunya standar pelaporan yang konsisten dan dapat dibandingkan dalam hal keberlanjutan.

Strategi

Strategi di balik IFRS S1 adalah memberikan panduan bagi perusahaan dalam menyusun Pelaporan Bisnis Berkelanjutan yang mencakup aspek-aspek sosial, lingkungan, dan tata kelola perusahaan. Ini akan memberikan pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana perusahaan mengelola risiko dan peluang yang terkait dengan keberlanjutan. Sementara itu, IFRS S2, yang berkaitan dengan Pelaporan Keuangan Berkelanjutan, diharapkan dapat mengungkapkan dampak finansial dari aspek-aspek keberlanjutan, memberikan wawasan yang lebih dalam tentang hubungan antara keberlanjutan dan kinerja finansial.

Sasaran Implementasi dan Target

Implementasi IFRS S1 dan S2 mengarah pada pengungkapan berbagai metrik dan target yang kunci. Metrik penting yang harus diungkapkan sesuai dengan IFRS S2 adalah emisi gas rumah kaca (GHG) absolut, diukur sesuai dengan Standar Korporat Protokol GHG. Pengungkapan harus mencakup bagaimana dan mengapa sebuah perusahaan menggunakan input, asumsi, dan teknik estimasi tertentu untuk mengukur emisi GHG-nya, termasuk setiap perubahan. Secara khusus, S2 memerlukan:

Lingkup 1: emisi langsung.

Lingkup 2: emisi tidak langsung dari pembangkitan energi yang dibeli yang dikonsumsi oleh perusahaan.

Lingkup 3: semua emisi tidak langsung lainnya yang terjadi dalam rantai nilai perusahaan. Pengungkapan emisi GHG Lingkup 3 diukur dalam 15 kategori berikut, ketika informasi tersebut bersifat material:

  1. Barang dan jasa yang dibeli

  2. Barang modal

  3. Aktivitas bahan bakar dan energi terkait

  4. Transportasi dan distribusi hulu

  5. Limbah yang dihasilkan dalam operasi

  6. Perjalanan bisnis

    Rekomendasi Artikel.

  7. Perjalanan karyawan

  8. Aset disewakan hulu

  9. Transportasi dan distribusi hilir

  10. Pengolahan produk yang dijual

  11. Penggunaan produk yang dijual

  12. Perlakuan akhir dari produk yang dijual

  13. Aset disewakan hilir

  14. Waralaba

  15. Investasi

Perusahaan dengan emisi yang terkait dengan investasi atau bentuk pendanaan lainnya (seperti manajemen aset, bank komersial, asuransi) diharuskan untuk melaporkan emisi yang dibiayai.

Pengungkapan berdasarkan industri S2 mewajibkan perusahaan untuk memberikan pengungkapan berdasarkan industri, namun metrik berdasarkan industri yang diberikan adalah panduan untuk bantuan ilustratif daripada persyaratan yang harus dipenuhi. Pengecualian dari hal ini adalah informasi tentang emisi yang dibiayai yang harus disediakan.

ISSB telah menunjukkan niat untuk menjadikan metrik berdasarkan industri ini menjadi wajib di masa depan, yang tunduk pada konsultasi.

Target Terkait Iklim

S2 mengharuskan pengungkapan terkait target terkait iklim yang telah ditetapkan oleh perusahaan, serta yang harus dipenuhi sesuai dengan undang-undang atau peraturan. Selain itu, perusahaan diharuskan untuk mengungkapkan:

  1. Karakteristik dari setiap target, termasuk pengungkapan tambahan yang terkait dengan target emisi GHG kotor dan bersih perusahaan,

  2. Bagaimana perusahaan menetapkan dan meninjau setiap target, dan

  3. Kinerja perusahaan terhadap setiap target.


Apakah Pengimplementasian IFRS S1 dan S2 Bersifat Wajib?

Meskipun pengimplementasian IFRS S1 dan S2 saat ini belum bersifat wajib, adopsi standar ini secara luas diharapkan. Banyak perusahaan telah mengambil langkah-langkah menuju pelaporan keberlanjutan yang lebih baik, dan IFRS S1 dan S2 dapat memberikan panduan dan kerangka kerja yang diperlukan untuk melakukannya dengan lebih konsisten dan komprehensif.


Periode Implementasi IFRS S1 dan S2

Periode implementasi IFRS S1 dan S2 bervariasi tergantung pada kompleksitas, ukuran, dan industri dari setiap perusahaan. Beberapa perusahaan yang telah menerapkan praktik pelaporan keberlanjutan yang canggih mungkin dapat lebih cepat beradaptasi dengan standar ini, sementara yang lain mungkin memerlukan waktu tambahan untuk memastikan pemahaman yang benar dan integrasi yang tepat.

Secara umum, proses implementasi IFRS S1 dan S2 melibatkan langkah-langkah berikut:

  1. Evaluasi Awal: Perusahaan perlu melakukan evaluasi awal untuk memahami bagaimana IFRS S1 dan S2 akan mempengaruhi pelaporan keberlanjutan yang sudah ada.

  2. Penyesuaian Sistem dan Proses: Perusahaan perlu memodifikasi sistem pelaporan dan proses internal untuk memenuhi persyaratan IFRS S1 dan S2. Ini mungkin melibatkan penyesuaian data yang dikumpulkan, metode pengukuran, dan pelaporan.

  3. Pendidikan dan Pelatihan: Tim yang bertanggung jawab atas pelaporan keberlanjutan perlu diberikan pelatihan tentang IFRS S1 dan S2 agar dapat memahami persyaratan dan metode pengukuran yang baru.

  4. Pengumpulan Data dan Pengujian: Perusahaan perlu mengumpulkan data yang diperlukan untuk memenuhi persyaratan pengungkapan IFRS S1 dan S2. Data ini kemudian diuji untuk memastikan akurasi dan integritasnya.

  5. Penyusunan Laporan: Setelah data terkumpul dan teruji, perusahaan dapat menyusun laporan keberlanjutan yang mencakup pengungkapan yang diperlukan oleh IFRS S1 dan S2.

  6. Review dan Validasi: Laporan yang dihasilkan perlu direview dan divalidasi oleh pihak internal yang berkompeten sebelum diumumkan.

  7. Komunikasi Stakeholder: Setelah laporan disiapkan, perusahaan dapat mengkomunikasikan temuan dan hasil kepada pemangku kepentingan, seperti investor, konsumen, dan masyarakat umum.

  8. Peningkatan Berkelanjutan: Implementasi IFRS S1 dan S2 adalah langkah awal menuju pelaporan berkelanjutan yang lebih baik. Perusahaan perlu terus memantau dan meningkatkan praktik pelaporan mereka sesuai dengan perubahan yang terjadi.

Dengan mengikuti langkah-langkah ini, perusahaan dapat mengintegrasikan IFRS S1 dan S2 dengan lebih efektif dan berkontribusi pada upaya global dalam meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan kesadaran terhadap isu-isu keberlanjutan dalam dunia bisnis.


Tantangan Perusahaan dalam Implementasi IFRS S1 dan S2

Tak dapat dipungkiri bahwa penerapan IFRS S1 dan S2 merupakan hal yang penting bagi perusahaan. Akan tetapi, dalam implementasinya, perusahaan bisa saja mengalami berbagai tantangan.Berikut adalah beberapa tantangan yang perlu diantisipasi oleh perusahaan sebelum menerapkan IFRS S1 dan IFRS S2:

Tantangan dalam Mengimplementasikan IFRS S1 (Presentasi Laporan Keuangan)

  1. Perubahan Format Laporan Keuangan: IFRS S1 mengharuskan beberapa perubahan dalam format laporan keuangan, termasuk perubahan dalam urutan, klasifikasi, dan tampilan informasi. Tantangan ini timbul karena perusahaan harus mengadaptasi sistem pelaporan mereka sesuai dengan format yang baru.

  2. Penilaian Properti, Tanaman, dan Peralatan (PPE): IFRS S1 memiliki persyaratan ketat terkait penilaian properti, tanaman, dan peralatan. Mengukur nilai wajar dan mengalokasikan biaya penyusutan dengan tepat dapat menjadi rumit, terutama jika aset tersebut memiliki siklus hidup yang kompleks.

  3. Pengungkapan Leasing: IFRS S1 memiliki persyaratan yang ketat terkait penyajian informasi terkait kontrak leasing. Perusahaan harus memenuhi pengungkapan rinci mengenai kontrak leasing, termasuk kewajiban sewa dan aset sewa.

Tantangan dalam Mengimplementasikan IFRS S2 (Pengukuran Nilai Wajar)

  1. Kompleksitas Penilaian: IFRS S2 menetapkan panduan yang kompleks terkait pengukuran nilai wajar. Penilaian yang tidak tepat dapat berdampak pada laporan keuangan perusahaan. Perusahaan harus memiliki akses terhadap data yang akurat dan relevan untuk menghindari kesalahan penilaian.

  2. Keberlanjutan dan Konsistensi Penilaian: Menjaga konsistensi dalam penilaian nilai wajar dari periode ke periode bisa menjadi tantangan. Perusahaan harus memastikan bahwa metode yang sama digunakan secara berkelanjutan dan penilaian dilakukan dengan cermat untuk menghindari fluktuasi yang tidak wajar dalam laporan keuangan.

  3. Keterbatasan Data Pasar: Dalam banyak kasus, pengukuran nilai wajar bergantung pada data pasar yang tersedia. Namun, ada situasi di mana data pasar tidak tersedia atau kurang dapat diandalkan. Ini bisa membuat penilaian nilai wajar menjadi lebih sulit dan kurang akurat.

  4. Pengukuran Instrumen Keuangan Rumit: IFRS S2 juga berlaku untuk instrumen keuangan yang kompleks, seperti derivatif. Penilaian instrumen ini seringkali kompleks dan memerlukan pemahaman mendalam tentang produk keuangan.


Kesimpulan

IFRS S1 dan S2 telah diakui sebagai tonggak penting dalam dunia pelaporan keberlanjutan. Dengan mengadopsi standar ini, perusahaan dapat memberikan informasi yang lebih jelas dan komprehensif mengenai dampak sosial, lingkungan, dan keuangan mereka kepada para pemangku kepentingan. Dengan demikian, perusahaan tidak hanya akan memenuhi tuntutan pelaporan keberlanjutan yang semakin meningkat, tetapi juga akan mendorong transparansi dan akuntabilitas yang lebih besar dalam praktik bisnis global.

 

Rekomendasi Artikel.