Pemerintah bersama dengan Komisi XI DPR RI telah melakukan pembahasan RUU perubahan kelima atas Undang-Undang No 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP). Salah satu pasal yang terdapat di dalam draft RUU KUP tersebut adalah Pasal 27. Di dalam pasal tersebut ditambahkan penjelasan terkait Peninjauan Kembali. 

Alasan Peninjauan Kembali

Peninjauan Kembali ini dapat dilakukan apabila Wajib Pajak belum puas terhadap putusan banding, maka Wajib Pajak masih memiliki hak untuk mengajukan Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung. Adapun alasan-alasan lain dalam mengajukan Peninjauan Kembali adalah:

  1. Apabila putusan Pengadilan Pajak didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu;

  2. Apabila terdapat bukti tertulis baru yang penting dan bersifat menentukan, yang apabila diketahui pada tahap persidangan di pengadilan pajak akan menghasilkan putusan yang berbeda;

  3. Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak, dituntut atau lebih dari pada yang dituntut, kecuali yang diputus berupa mengabulkan sebagian atau seluruhnya atau menambah pajak yang harus dibayar;

  4. Apabila mengenai suatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa pertimbangan sebab-sebabnya; atau

  5. Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.

 

Peninjauan Kembali dalam RUU KUP

 

Sebelum dibuatnya RUU KUP, penjelasan terkait Peninjauan Kembali dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. Pada RUU KUP, Peninjauan Kembali dijelaskan dalam Pasal 27 ayat (5e), ayat 5(f), dan ayat 5(g). Di dalam RUU KUP ini lebih menegaskan kepada sanksi administrasi dari Peninjauan Kembali, dimana sebelumnya di dalam Undang-Undang No 24 Tahun 2002 tidak terdapat penjelaskan terkait sanksi administrasi tersebut. 


Pasal Penambahan Ayat - Ayat pada RUU KUP

 

Penambahan ayat-ayat dalam pasal tersebut menjelaskan beberapa point diantaranya:

  1. Apabila Wajib Pajak ataupun Direktorat Jenderal Pajak mengajukan permohonan peninjauan kembali, maka pelaksanaan putusan Pengadilan Pajak tidak ditangguhkan atau dihentikan. 

  2. Apabila hasil dari peninjauan kembali menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayarkan bertambah maka akan dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 100%.

  3. Surat Tagihan atas denda tersebut diterbitkan paling lama 5 (lima) tahun sejak tanggal Putusan Peninjauan Kembali diucapkan oleh hakim agung.

Jika sebelumnya di dalam Undang-Undang Pengadilan Pajak hanya dijelaskan terkait syarat pengajuan peninjauan kembali, jangka waktu pengajuan, dan jangka waktu keputusan dari peninjauan kembali tetapi setelah adanya RUU KUP ini penjelasan terkait Peninjauan Kembali lebih dijelaskan di KUP terkait sanksi administrasi apabila hasil dari peninjauan kembali menyebabkan jumlah pajak nya bertambah maka dikenakan denda 100%.

Rekomendasi Artikel.