Metode Laba Bersih Transaksional (Transaction Net Margin Method "TNMM") menggunakan indikator tingkat laba (Profit Level Indicator “PLI”) yang akan dibandingkan. Pembanding yang digunakan dalam metode ini adalah marjin laba bersih terhadap suatu indikator (aset, penjualan atau biaya, akan dijelaskan dibawah) dari perusahaan yang sejenis (bidang usaha, fungsi dan risikonya). Klik disini untuk mengetahui jasa pajak transfer pricing, KAP Agus Ubaidillah dan Rekan.

Metode Laba Bersih Transaksional atau TNMM menjadi metode yang paling banyak digunakan dalam menentukan tingkat kewajaran transfer pricing. Metode lainnya dalam penentuan transfer pricing yaitu Cost Plus Method, Resale Price Method, Comparable Uncontrolled Price, dan Profit Split Method telah dibahas pada artikel kami sebelumnya.

Dalam menggunakan metode TNMM pemilihan indikator tingkat marjin (profit level indicator "PLI") wajar dari suatu entitas yang diuji merupakan hal yang krusial. Memilih indikator tingkat laba yang akan digunakan akan bergantung kepada jenis fungsi atau kegiatan dari perusahaan yang akan diuji.  Berikut adalah indikator tingkat laba yang pada umumnya digunakan (Referensi dari UN TP Manual 2017):

  • Return on Assets (ROA) 

Laba operasi dibagi dengan aset operasi (hanya aset berwujud, pada umumnya). 

  • Return on Capital Employed (ROCE) 

Laba operasi dibagi dengan total modal yang digunakan (total aset dikurangi kas dan investasi)

  • Operating Margin (OM) 

Laba operasi dibagi dengan pendapatan. OM pada umumnya diterapkan untuk fungsi pemasaran, penjualan, dan distribusi. Margin operasi sering digunakan ketika fungsi pihak yang diuji tidak mendekati fungsi yang dapat dibandingkan, karena perbedaan fungsi memiliki pengaruh yang lebih kecil pada laba operasi daripada laba kotor.

  • Return on Total Costs (ROTC) 

Laba operasi dibagi dengan total biaya.

  • Return on Cost of Goods Sold 

Laba kotor dibagi dengan harga pokok penjualan. Secara umum, margin kotor tidak menjadi pilihan utama sebagai PLI karena pengategorian biaya sebagai biaya operasi atau harga pokok penjualan mungkin agak sewenang-wenang atau bahkan dapat dimanipulasi, membuat perbandingan antara pihak yang diuji dan yang sebanding menjadi sulit atau tidak mungkin.

  • Berry Ratio

Berry ratio diperoleh dengan cara Laba bersih dibagi dengan biaya operasi.

Berry Ratio dapat digunakan untuk fungsi distribusi dan penyedia jasa. Agar Rasio Berry menjadi metode harga transfer yang paling tepat untuk menentukan remunerasi dari transaksi yang dikendalikan (misalnya untuk distribusi produk), elemen-elemen berikut harus ada: (i) nilai fungsi yang dilakukan, dengan mempertimbangkan aset yang digunakan dan risiko yang diambil, harus proporsional dengan biaya operasional; (ii) nilai fungsi yang dijalankan, dengan mempertimbangkan aset yang digunakan dan risiko yang diasumsikan, tidak dipengaruhi secara material oleh nilai produk yang didistribusikan; dengan kata lain itu tidak proporsional dengan penjualan; dan (iii) pihak yang diuji tidak menjalankan fungsi signifikan lainnya dalam transaksi yang sedang diteliti harus diberi upah menggunakan metode lain atau indikator tingkat keuntungan.

Indikator Tingkat Marjin ("PLI") apa yang tepat untuk digunakan?

Pemilihan indikator tingkat marjin akan bergantung kepada kondisi transaksi, fungsi yang dimiliki oleh tiap-tiap pihak yang bertransaksi dan produk yang ditransaksikan. Pilihan Tingkat Indikator Marjin (PLI) tergantung pada fakta dan keadaan kasus tertentu. Oleh karena itu, mungkin berguna untuk mempertimbangkan penggunaan beberapa level indikator pendapatan yang berbeda.

Jika hasil dari beberapa level indikator pendapatan cenderung mendekati nilai yang sama, hal tersebut dapat memberikan jaminan tambahan bahwa hasil tersebut dapat diandalkan. Sebaliknya, jika terdapat perbedaan besar antara PLI yang berbeda, mungkin berguna untuk memeriksa perbedaan fungsional atau struktural yang penting antara pihak yang diuji dan pihak yang sebanding.

Berikut adalah panduan dalam memilih indikator tingkat marjin:

  • Indikator Margin Operasi (OM) umumnya diterapkan pada fungsi pemasaran, penjualan, dan distribusi.
  • Indikator Full-Cost Plus, ROCE, atau ROA biasanya digunakan untuk aktivitas manufaktur dan perusahaan penyewaan aset (leasing). Indikator ini menggunakan aset yang digunakan secara aktif dalam bisnis. Aset berwujud ini terdiri dari semua aset dikurangi investasi (misalnya, investasi pada aset keuangan dan kepemilikan saham pada anak perusahaan), dikurangi kas dan setara kas di luar jumlah yang dibutuhkan untuk modal kerja. Dalam kasus ROA, pemotongan juga dilakukan untuk aset tidak berwujud seperti goodwill.
  • Indikator tingkat keuntungan (PLI) jenis ini mungkin paling andal jika aset operasi berwujud memiliki korelasi tinggi dengan profitabilitas. Misalnya, aset operasi manufaktur seperti properti, pabrik, dan peralatan dapat memiliki dampak yang lebih besar pada profitabilitas daripada aset operasi distributor, karena seringkali nilai utama yang ditambahkan oleh distributor bergantung pada layanan daripada aset operasi.
  • Indikator Tingkat Laba yang menggunakan item laporan laba rugi (OM, ROTC, dan Pengembalian Harga Pokok Penjualan) sering digunakan ketika aset tetap tidak berperan signifikan dalam menghasilkan laba operasi. Indikator Tingkat Keuntungan ini cocok untuk distributor grosir dan penyedia layanan.
  • Rasio Berry mencerminkan pengembalian fungsi nilai tambah suatu perusahaan dengan asumsi bahwa fungsi nilai tambah tersebut termasuk dalam biaya operasinya. Rasio Berry digunakan sebagai PLI untuk distributor dan penyedia layanan. Rasio Berry mengasumsikan bahwa terdapat hubungan antara tingkat biaya operasi dan tingkat laba kotor yang diperoleh distributor dan penyedia layanan dalam situasi di mana fungsi nilai tambah mereka dapat dianggap tercermin dalam biaya operasi.

Suatu situasi di mana mungkin tepat untuk menggunakan Rasio Berry adalah jika entitas penjual atau pemasaran adalah penyedia layanan yang berhak mendapatkan pengembalian dana dari biaya penyediaan jasanya. Beberapa batasan Rasio Berry adalah:

  1. Rasio tersebut sangat sensitif terhadap fungsi dan klasifikasi biaya sebagai biaya operasional;
  2. Rasio Berry tidak memperhitungkan biaya yang terlibat dalam memelihara properti tidak berwujud suatu entitas; dan
  3. Reliabilitas rasio Berry menurun jika ada perbedaan intensitas aset (efisiensi yang digunakan oleh aset)

Rekomendasi Artikel.