Pada 25 Mei lalu, Ketua Majelis Hakim Konstitusi, Anwar Usman, membacakan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 26/PUU-XXI/2023. Hasil putusan menyatakan adanya pengalihan pembinaan Pengadilan Pajak dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) ke Mahkamah Agung (MA). Berkaitan dengan hal tersebut, Tim TGS AU Partners melalui artikel ini akan membahas lebih lanjut tentang kedudukan Pengadilan Pajak pasca diterbitkannya putusan MK yang dimaksud.

Latar Belakang Penerbitan Putusan MK 26/PUU-XXI/2023

Putusan MK 26/2023 diterbitkan atas permohonan yang diajukan oleh Nurhidayat, advokat dengan spesialisasi penanganan perkara perpajakan; Allan Fatchan Gani Wardhana yang berprofesi sebagai dosen; serta Sekjen Pusat Studi Hukum Konstitusi (PSHK) Universitas Islam Indonesia (UII), Yuniar Riza Hakiki. Dalam permohonannya, pemohon mendalilkan bahwa Pasal 5 Ayat (2) Undang-Undang (UU) Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak bertentangan dengan UUD 1945.

Menanggapi permohonan tersebut, MK pun memberikan hasil putusan yang menyatakan sepanjang frasa “Departemen Keuangan” dalam Pasal 5 Ayat (2) UU Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2002), tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4189) bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai menjadi “Mahkamah Agung yang secara bertahap dilaksanakan selambat-lambatnya tanggal 31 Desember 2026.”

Melalui putusan tersebut, maka pembinaan Pengadilan Pajak pun dialihkan dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) ke Mahkamah Agung (MA). Pasal 5 Ayat (2) UU 14 Tahun 2002 pun selengkapnya berbunyi, “Pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan bagi Pengadilan Pajak dilakukan oleh Mahkamah Agung yang secara bertahap dilaksanakan selambat-lambatnya tanggal 31 Desember 2026”.

Tentang Pengadilan Pajak dan Struktur Organisasinya

Pengadilan Pajak adalah badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi Wajib Pajak atau penanggung Pajak yang mencari keadilan terhadap sengketa pajak. Lembaga ini berdiri dengan tujuan memberikan keadilan bagi penanganan pajak di Indonesia.

Sebelum dikenal dengan nama Pengadilan Pajak, lembaga ini dinamakan Majelis Pertimbangan Pajak (MPP) yang kemudian berubah menjadi Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (BPSP). Karena setiap tahunnya terjadi banyak sengketa pajak, pemerintah melihat bahwa BPSP tidak mampu menangani masalah tersebut. Pada akhirnya, aturan tentang BPSP dicabut dan diterbitkanlah UU No. 14 Tahun 2002 sebagai dasar hukum pembentukan Pengadilan Pajak.

Secara struktur, Pengadilan Pajak berada pada PTUN/PTTUN sebagai Pengadilan Khusus di lingkungan Peradilan TUN. Berdasarkan susunan organisasinya, Pengadilan Pajak terdiri atas pimpinan, hakim anggota, sekretaris dan panitera. Secara lebih lengkap, berikut adalah bagan struktur organisasi Pengadilan Pajak.

susuan organisasi pengadilan pajak, kedudukan pengadilan pajak

Berdasarkan bagan, pimpinan Pengadilan Pajak terdiri dari seorang Ketua dan paling banyak 5 (lima) orang Wakil Ketua. Pimpinan Pengadilan Pajak dipilih dari dan oleh Hakim Pengadilan Pajak. Saat ini, ada 3 (tiga) orang Wakil Ketua Pengadilan Pajak yaitu:

a. Wakil Ketua I PP Bidang Non-Yudisial,

b. Wakil Ketua II PP Bidang Yudisial, dan

c. Wakil Ketua III PP Bidang Pembinaan dan Pengawasan Kinerja Hakim.

Bagaimana Kedudukan Pengadilan Pajak Pasca Putusan MK 26?

Setelah dikeluarkannya Putusan MK 26/PUU-XXI/2023, kedudukan Pengadilan Pajak pun ditetapkan pada dua posisi. Pertama, sebagai badan peradilan dengan kekuasaan kehakiman dan yang kedua sebagai pengadilan khusus di lingkungan Peradilan TUN. Berikut adalah penjelasan selengkapnya.

Menurut Yuli Aldyanti, SE., ACPA., BKP selaku Partner Accounting & Tax di TGS AU-Partners, putusan ini secara tidak langsung berkaitan dengan profesi kuasa hukum pajak sehingga berkemungkinan mempengaruhi persyaratan dan lain sebagainya.Oleh karena itu, dengan keluarnya putusan MK ini, diharapkan agar aturan turunan dan peralihannya juga bisa dirampungkan sesegera mungkin.

Sebagai Badan Peradilan dengan Kekuasaan Kehakiman

Berdasarkan Pasal 24 Ayat (2) UUD 1945 (Amandemen ke-3), kekuasaan kehakiman dilakukan oleh Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer, Peradilan Tata Usaha Negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Sebagai badan yang berada di lingkup Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN), Pengadilan Pajak pun berkedudukan sebagai badan peradilan dengan kekuasaan kehakiman. 

Dalam hal ini, Pengadilan Pajak memiliki wewenang untuk melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi Wajib Pajak atau penanggung pajak yang mencari keadilan terhadap sengketa pajak. Sengketa pajak yang dimaksud adalah sengketa yang timbul di bidang perpajakan antara Wajib Pajak dan pihak berwenang. 

Sebagai Pengadilan Khusus di Lingkungan Peradilan TUN

Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, Pengadilan Pajak berada dalam satu lingkup dalam Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN). Pasalnya, Pengadilan Pajak merupakan badan peradilan untuk menangani sengketa pajak yang mana subjek dan objeknya termasuk dalam sengketa Tata Usaha Negara.

PTUN sendiri dapat digolongkan sebagai pengadilan khusus karena mengadili perkara-perkara tertentu atau berkaitan dengan golongan rakyat tertentu. Oleh karena itu, Pengadilan Pajak juga berkedudukan sebagai pengadilan khusus karena memiliki diferensiasi atau spesialisasinya tersendiri.

Rekomendasi Artikel.

Dasar hukum dari kedudukan Pengadilan Pajak di sini dapat dilihat pada Pasal 15 Ayat (1) UU 4/2004 yang menyatakan bahwa salah satu pengadilan khusus berdasarkan ketentuan yang dimaksud adalah Pengadilan Pajak. Senada dengan hal tersebut, Pasal 27 ayat (2) UU 28/2007 KUP juga menyebutkan bahwa putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan pengadilan khusus di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara.

Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembinaan Pengadilan Pajak telah dialihkan ke Mahkamah Agung (MA) dari sebelumnya di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melalui Putusan MK 26/PUU-XXI/2023. Pasca terbitnya putusan tersebut, kedudukan Pengadilan Pajak pun ditetapkan pada dua posisi, yakni sebagai badan peradilan dengan kekuasaan kehakiman dan sebagai pengadilan khusus di lingkungan Peradilan TUN.

Dengan adanya pengalihan ini, maka pembinaan dapat terintegrasi pada satu lembaga peradilan. Pengadilan Pajak pun dapat melaksanakan tugas dan keuangannya secara optimal dan independen. Dengan demikian, Pengadilan Pajak dapat terhindar dari peluang terjadinya penyalahgunaan kekuasaan atau adanya kesewenang-wenangan dalam pemerintahan, termasuk diabaikannya hak asasi manusia atau hak konstitusional warga negara oleh penguasa.

Rekomendasi Artikel.